Makalah Ilmiah BMI tentang Pemberdayaan

Makalah Akhir
Mata Kuliah Berpikir dan Menulis Ilmiah


PEMBERDAYAAN PETANI LOKAL MELALUI USAHA KOLABORATIF BERBASIS AGRO WISATA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PEDESAAN DI INDONESIA



Oleh:
Siska Oktavia (I34090085)



Dosen:
Dr.Ir. Ekawati S. Wahyuni
Ir. Murdiyanto, MS


Assisten Praktikum:
Mahmudi Siwi, SP






SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010/2011





Abstrak
Indonesia Merupakan negara agraris, berdasarkan hasil survei BPS 2006, lebih dari 90 % penduduk di pedesaan bermata pencaharian sebagai petani. Namun, hal tersebut belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Agrowisata merupakan salah satu usaha yang memanfaatkan usaha pertanian sebagai obyek wisata. Di Indonesia usaha ini sangat potensial dilaksanakan sesuai dengan karakteristik penduduk pedesaan yang mayoritas petani. Diperlukan upaya yang komprehensif untuk meningkatkan pendapatan petani dengan usaha yang sesuai dengan local knowledge yang mereka miliki. Pada Konsep pemberdayaan petani di pedesaan melalui usaha agrowisata yang kolaboratif,  diharapkan terbentuk partisipasi petani dengan cara membangun usaha agrowisata, sesuai dengan local knowledge yang mereka miliki dan diharapkan memiliki jejaring dengan lembaga yang ada dipedesaan. Tingkat partisipatif petani lokal pada usaha agrowisata berbasis pemberdayaan ini diharapkan pada tahapan dimana petani memiliki kewenangan yang besar dalam pengelolaan usaha ini dan diharapkan petani mampu meningkatkan pendapatan mereka selain bertani.

Kata kunci : Partisipasi, Pemberdayaan, dan Agrowisata


                                                   Abstract
Indonesia is an agrarian country, according to survey results BPS 2006, more than 90% of rural population earns a meager living as a farmer. However, it has not been able to improve the welfare of farmers. Agrotourism is one business that uses agricultural business as a tourist attraction. In Indonesia a very potential of this business be conducted in accordance with the characteristics of the rural population that the majority of farmers. It takes a comprehensive effort to increase farmers' income by operating in accordance with the local knowledge they possess. On the concept of empowerment of rural farmers through agro a collaborative effort, is expected to form the participation of farmers in agro-tourism businesses how to build, according to the local knowledge they have and are expected to have networking with existing institutions in rural areas. Level participatory local farmers on agro-based business is expected at the stage of empowerment where farmers have a large authority in the management of this business and it is hoped farmers can increase their income other than farming.
Simak
Baca secara fonetik
                                                                                           
Key words: Participation,
Empowerment, and Agrotourism.







Ringkasan

Pemberdayaan petani lokal merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan pendapatan petani lokal namun dengan partisipasi dari petani lokal sebagai subyek dari kegiatan pemberdayaan ini. Usaha Agrowisata berbasis kolaborasi digunakan sebagai salah satu kegiatan pemberdayaan karena usaha ini memanfaatkan usaha pertanian  yang merupakan  keahlian mereka sebagai obyek wisata selain itu peluang ini sangat potensial bagi petani dipedesaan dalam usaha yang berkaitan dengan usaha di bidang pertanian karena sesuai dengan keadaan pertanian di pedesaan Indonesia yaitu sekitar 90 % warga pedesaan masih berprofesi sebagai petani . Pemberdayaan terjadi di tingkat komunitas yaitu kelompok – kelompok tani yang kemudian berkolaborasi dengan pihak pemerintah dan pemodal yang ingin bergabung dengan usaha ini. Tingkatan petani lokal diharapkan adalah kontrol masyarakat, yaitu petani dapat memposisikan dirinya sebagai pelaku usaha yang kemudian mengelola usaha tersebut sesuai dengan kapasitas mereka. bentuk partisipasi berupa “Collaboration” yang diarahkan pada mobilisasi dukungan program – program. Upaya tersebut antara lain memberi saran dan umpan balik terhadap kebijakan pemerintah terkait dengan usaha mereka serta merencanakan alternative dari usaha agrowisata yang dijalankan.





BAB 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Data RKP tahun 2009 menyebutkan bahwa penduduk Indonesia lebih dari 250 juta jiwa, namun belum mampu membuat Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita yang masih rendah yaitu $ 2030. Data persebaran penduduk miskin menyatakan bahwa sebagian besar penduduk miskin berada di wilayah pedesaan dan lebih dari 90 % pencaharian penduduk pedesaan berada pada sektor pertanian ( BPS 2006: 16). Berdasarkan data tersebut terlihat  bahwa sektor pertanian belum  membantu perekonomian masyarakat secara keseluruhan meskipun pertanian merupakan sektor penting dalam perekonomian Indonesia.
Salah satu penyebab rendahnya pembangunan pada sektor pertanian adalah rendahnya partisipasi sosial masyarakat untuk membangun dan memajukan desanya. Banyak penduduk yang berpikiran bahwa sektor pertanian di pedesaan belum mampu mensejahterakan kehidupan mereka. Oleh karena itu kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan menekankan partisipasi masyarakat dan pemanfaatan potensi – potensi lokal daerah merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Pada masa sekarang ini, mulai banyak bermunculan kegiatan usaha yang berbasis pada kegiatan pedesaan berupa agro wisata yang merupakan bagian dari ekowisata. Namun, sering kali program usaha agro wisata tidak menerapkan prinsip pemberdayaan petani dan mengikutkan petani lokal sebagai obyek dari usaha agro wisata,  mereka hanya dilibatkan sebagai pekerja ataupun karyawan dari usaha agro wisata yang tidak memiliki kewenangan apapun dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan kebijakan usaha agro wisata maupun kebijakan pengelolaan usaha. Usaha pun di dominasi pihak swasta karena mereka merasa mempunyai wewenang penuh terhadap usaha tersebut tanpa memperdulikan masyarakat lokal, Pada aspek yang lain seperti manajemen dan upaya promosi serta pengelolaan diserahkan kepada pihak swasta ataupun bukan warga lokal.
1.2 Rumusan masalah
1.      Bagaimana bentuk partisipasi petani lokal dalam upaya pemberdayaan melalui usaha agrowisata?
2.      Bagaimanakah tahapan program agro wisata yang melibatkan petani lokal sebagai pelaku usaha?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah menganalisis partisipasi petani lokal melalui program pemberdayaan masyarakat berbasis agro wisatayang menerapkan asas kolaborasi dalam meningkatkan pendapatan petani.
1.4 Manfaat
            Makalah ini di harapkan dapat bermanfaat bagi institusi sebagai bahan kajian dalam pemberdayaan masyarakat dan bagi mahasiswa serta masyarakat luas untuk menambah ilmu pengetahuan tentang partisipasi petani lokal dalam pemberdayaan khususnya alternatif program agrowisata.



BAB 2
Agrowisata dan Pemberdayaan

2.1) Pengertian Agrowisata dan pemberdayaan
Agrowisata merupakan usaha yang memanfaatkan usaha pertanian  sebagai obyek wisata. Tujuannya lebih menekankan pada menambah pengetahuan pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan Local Knowledge[1] dalam memanfaatkan lahan pertanian, yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal ( Indigenous knowledge ) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya [2]. Menurut Wood dalam Pitana (2002), agro wisata mempunyai prinsip – prinsip terkait dengan pengelolaan usaha tersebut, yaitu menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab dengan bekerjasama dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi  kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian serta mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis, dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan yang dilindungi dalam hal ini merupakan kawasan agrowisata.
Agrowisata berbasis pemberdayaan masyarakat merupakan usaha yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Seperti dikutip dari Basuno ,2007 bahwa:
“ Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat antara lain: (1) program yang disusun sendiri oleh masyarakat; (2) menjawab keperluan dasar masyarakat; (3) mendukung keterlibatan kaum miskin, perempuan, buta huruf dan kelompok terabaikan lainya;(4) dibangun dari sumber daya lokal;(5)sensitif terhadap nilai – nilai budaya setempat;(6) memperhatikan dampak lingkungan;(7) tidak menciptakan ketergantungan;(8) berbagai pihak terkait saling terlibat; dan (9) berkelanjutan.” (Basuno 2007: 1)
Hal yang terpenting dalam upaya pemberdayaan adalah mengikutsertakan komunitas dalam berbagai kegiatan dalam usaha agro wisata. Pemberdayaan yang berbasis Community Development  bisa dilakukan secara Individu maupun kolektif ( Kelompok sosial), namun subyek pemberdayaan yang paling mudah di pengaruhi dan berdampak efektif apabila pemberdayaan terjadi di tingkat komunitas ( Collective self empowerment) karena melalui kelompok yang terdiri dari anggota – anggota kelompok  akan terjadi suatu dialog antar anggota yang tak terencana . Hal inilah yang dapat menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok tani untuk dapat menjalankan program pemberdayaan[3]. Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995) menyatakan bahwa :
Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘wofrk the system,’ and so on (Ife 1995: 5).

2.2 Potensi Pemberdayaan melalui Agrowisata Di Indonesia
            Indonesia sebagai negara agraris masih mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Sesuai dengan data tabel 2.1 mengenai presentase desa di Indonesia, sebanyak lebih dari 90 persen desa di Indonesia masih mengandalkan pertanian sebagai sumber penghasilannya.

Tabel  2.1  Persentase Desa menurut Pulau dan Sumber Penghasilan Utama Sebagian Besar Penduduk di Perdesaan, 2000 – 2005

Sektor
Sumatera
Jawa
Bali & Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku & Papua
Indonesia
Pertanian
2000
97,54
96,10
98,56
96,67
98,06
98,53
97,16
2003
97,28
97,75
98,55
96,74
98,20
98,21
97,64
2005
97,47
97,26
98,84
97,70
98,45
98,92
97,76
Pertambangan& Penggalian
2000
0,09
0,13
0,03
0,52
0,09
0,07
0,14
2003
0,16
0,06
0,09
0,83
0,22
0,16
0,20
2005
0,38
0,12
0,14
0,44
0,23
0,17
0,25
Industri Pengolahan
2000
0,22
1,36
0,36
0,72
0,21
0,19
0,66
2003
0,33
0,82
0,35
0,56
0,09
0,18
0,46
2005
0,28
1,26
0,41
0,42
0,12
0,23
0,58
Perdagangan Besar/eceran
2000
0,52
0,74
0,31
0,55
0,48
0,14
0,55
2003
0,31
0,36
0,26
0,44
0,53
0,12
0,35
2005
0,46
0,56
0,24
0,42
0,43
0,08
0,44
Jasa
2000
-
-
-
-
-
-
-
2003
0,96
0,57
0,52
1,00
0,55
0,86
0,76
2005
0,75
0,52
0,33
0,62
0,51
0,40
0,58
Lainnya
2000
1,63
1,67
0,75
1,55
1,16
1,06
1,49
2003
0,96
0,44
0,23
0,44
0,41
0,45
0,60
2005
0,66
0,28
0,05
0,39
0,26
0,19
0,39

            Sumber : Laporan Sosial Indonesia 2006, BPS
Fakta ini memunculkan peluang yang sangat potensial bagi petani dipedesaan dalam usaha yang berkaitan dengan usaha di bidang pertanian, yaitu usaha agrowisata yang ditujukan untuk pemberdayaan petani lokal yang difokuskan pada komunitas petani  dengan sistem kolaborasi. Hal tersebut didasarkan kepada fakta bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam lokal daerah tersebut serta budaya yang menjadi potensi lokal. Agrowisata dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga harus melibatkan petani berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan agrowisata adalah dari jasa-jasa dan produk agro pertanian: produk pertanian, kebun dan ladang tempat bercocok tanam, dll. Agro wisata membawa dampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani setempat akibat peningkatan kegiatan agrowisata.



[1]  Kearifan lokal yaitu semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
[2]Informasi ini didapat dari artikel ilmiah berjudul  Agro wisata meningkatkan pendapatan petani dari sumber www.pustaka.litbang.deptan.go.id  yang diakses tanggal 27 Oktober 2010
[3] Dikutip dari buku Pengembangan masyarakat karya Fredian Tony  yang diterbitkan oleh Institut Pertanian Bogor, 2006.



BAB 3
Program Pemberdayaan Agro wisata

3.1 Tahapan program Agro wisata.
   Tahapan pemberdayaan merupakan tahapan yang dilakukan dalam proses pemberdayaan. Semua tahapan program di sesuaikan dengan kondisi petani lokal. Sesuai dengan fakta di atas, partisipasi petani dalam pemberdayaan pada usaha agrowisata dapat di bentuk dengan beberapa tahapan yaitu :
  1. Upaya penyadaran untuk menyadari permasalahan yang terjadi pada masyarakat sekitar.
  2. Upaya mencari solusi dari permasalahan yang dialami berkaitan dengan permasalahan pertanian.
  3. Masyarakat membentuk panitia atau lembaga tani yang terdiri dari petani untuk pengelolaan kegiatan Agrowisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi masyarakat
  4. Perencanaan usaha dan analisis usaha pada tahap pengenalan usaha dengan melibatkan  local ownership[1].
  5. Pengelolalaan usaha
  6. Evaluasi

Pada tiap – tiap tahapannya, diupayakan adanya peran aktif dari petani lokal. Usaha agro wisata ini merupakan salah satu solusi yang ditawarkan bagi petani yang memiliki lahan luas maupun sempit.Bagi petani yang tidak mempunyai lahan dapat bergabung membantu komunitasnya dan berperan sesuai dengan keadaan dan kemampuan mereka. Misalnya sebagai pengelola.

3.2  Kerjasama antar stakeholder
            Menurut Nasdian, 2006 bahwa pemberdayaan warga komunitas merupakan tahap awal menuju kepada partisipasi warga komunitas (Empowerment is road to participation)[2] merupakan sebuah proses yang memberikan ruang untuk partisipasi petani lokal dengan mengalirkan daya kepada petani dari pihak lain seperti pemodal atau pemerintah,sedangkan partisipasi adalah proses aktif yang inisiatif berasal dari petani lokal sendiri dengan menggunakan sarana dan proses dimana mereka dapat mengontrolnya. Tentunya dalam usaha Agro wisata ini tidak terlepas dari bantuan stakeholder yang ada di masyarakat. Sesuai dengan pernyataan  Daniel et.al ,2008 yang menyatakan bahwa prinsip dasar lembaga atau system kemitraan adalah “kesejajaran” dan “kebersamaan” antara masing – masing pelaku.
 Dalam usaha agrowisata pemerintah desa sebagai fasilitator sekaligus pemegang wewenang dalam pengambilan kebijakan yang terkait di daerah usaha agro wisata yang berperan mengawasi serta berpengaruh terhadap perizinan pendirian dan pengelolaan daerah yang dijadikan sebagai agro wisata. Pemilik modal atau pebisnis bisa berasal dari swadaya masyarakat lokal maupun pihak pengelola ataupun karyawan. Pihak – pihak yang tersebut diharapkan saling mendukung dan saling membantu upaya pemberdayaan.
3.3   Tingkatan partisipasi petani lokal
Pengamatan Arneistein seperti dikutip oleh Tri utami (2009), pada tabel 3.1 mengatakan bahwa tingkatan pelibatan petani lokal dapat di identifikasikan ditinjau dari sudut pandang pihak yang mendorong partisipasi. Tingkatan petani lokal diharapkan adalah kontrol masyarakat, yaitu petani dapat memposisikan dirinya sebagai pelaku usaha.

Tabel 3.1. Delapan Tingkatan Partisipasi Masyarakat menurut Arnestein (1969)

Tingkatan Partisipasi
Hakekat Kesertaan
Tingkatan Pembagian Kekuasaan
1.       Manipulasi
2.       Terapi
Komitmen resmi Pemegang kekuasaan mendidik masyarakat
Tidak ada partisipasi

3.       Pemberitahuan


4.       Konsultasi


5.       Placation
Hak – hak masyarakat dan pilihan – pilihannya diidentifikasikan
Tokenism
Masyarakat di dengar, tetapi tidak dipakai sarannya
Saran masyarakat diterima tetapi tidak selalu dilaksanakan
6.       Kemitraan
7.       Pendelegasian kekuasaan
8.       Kontrol Masyarakat
Timbal balik dinegosiasikan Masyarakat diberikan kekuasaan untuk sebagian atau seluruh program
Tingkatan kekuasaan masyarakat
Sumber :  Keterlibatan Warga Pulau Pramuka Dalam Usaha Ekowisata di Kepulauan Seribu oleh Triutami, 2009

3.4  Bentuk partisipasi dan manfaat
Bentuk bentuk partisipasi sangat beragam, namun pada umumnya bentuk partisipasi berupa “Collaboration” seperti pada tabel 2[3], dimana partisipasi diarahkan pada mobilisasi dukungan program – program. Dalam pemberdayaan petani lokal, dibutuhkan partisipasi petani lokal, partisipasi bukan hanya sebagai buruh tani saja melainkan juga sebagai pengambil keputusan usaha, pengelolaan, manajemen dan upaya – upaya yang terkait dengan keberlanjutan program usaha tersebut. Upaya tersebut antara lain memberi saran dan umpan balik terhadap kebijakan pemerintah terkait dengan usaha mereka serta merencanakan alternatif. Manfaat partisipasi masyarakat  dalam usaha agro wisata dan kaitanya untuk meningkatkan pendapatan antara lain adalah mengakomodasi aspirasi kebutuhan petani lokal yang dapat menjamin dukungan masyarakat upaya peningkatan pendapatan petani lokal di daerahnya.
Dengan demikian pemberdayaan tersebut mwmiliki tingkat kesejahteraan yang lebih naik dari sebelumya[4].

BAB 4
Kesimpulan dan saran
4.1 Kesimpulan

Partisipasi petani mutlak diperlukan dalam keberlanjutan usaha agrowisata ini, karena dalam pemberdayan kolaboratif, petani berlaku sebagai subyek yang mengambil keputusan pada keberlangsungan usaha agrowisata. Dengan adanya usaha yang melibatkan petani ini, petani akan mendapatkan pendapatan yang lebih karena tidak hanya sekedar menjadi pekerja saja, namun sebagai pengelola dan pelaku utama usaha agrowisata ini sesuia dengan keahlian yang mereka miliki di bidang pertanian. Pelibatan petani dalam usaha ini juga akan memberikan nilai tambah pada usaha agrowisata berupa pengenalan Indigeneous Knowledge secara langsung akan melibatkan petani sebagai pemiliknya. Tingkatan pelibatan petani lokal dapat di identifikasikan ditinjau dari sudut pandang pihak yang mendorong partisipasi pada usaha agrowisata adalah pendelegasian kekuasaan, hal ini ditandai dengan adanya pembagian kekuasaan yang lebih menonjolkan peran petani sebagai subyek program usaha agro wisata yang berkolaborasi bersama pemerintah dan swasta.

4.2 Saran

Pemberdayaan petani kolaboratif dalam usaha agro wisata ini membutuhkan waktu yang lama, karena berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh petani. Berupa keterbatasan keahlian maupun wawasan mengenai usaha agro wisata, Sehingga dibutuhkan komitmen yang kuat antara pemerintah daerah, swasta dan komunitas petani ini untuk selalu saling bersinergi.












[1]  Pengelolaan dan kepemilikan usaha oleh masyarakat setempat. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat merasa lebih memiliki dan bertanggungjawab atas usaha yang dilaksanakannya.
[2] Ibid. halm 59
[3]  Dikutip dari buku 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian karya syahyuti  yang diterbitkan oleh Bina Rena Pariwara , 2006.
[4] Op.cit  halm 59




Daftar Pustaka

Basuno E, Suhaeti RN, Budhi GS, Iqbal M. 2008. Kaji Tindak (Action   Research) Pemberdayaan Masyarakat Pertanian Daerah Tertinggal. Bogor : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 116 hal.
Daniel M, Darmawati, Nieldalina. 2008. PRA: Partisipasib Rural Appraisal. Jakarta: Bumi Aksara. 155 hal.
Departemen Pertanian. 2005. Agrowisata Meningkatkan Pendapatan Petani dalam http://www.database.deptan.go.id. Diakses tanggal 27 Oktober 2010. hal 2.
Ife JW. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives-vision, Analysiis and Practice. Melbourne : Longman
Nasdian FT. 2006. Pengembangan Masyarakat. Bogor : Institut Pertanian Bogor.148 hal.
Pitana I G dan Gayatri PG. 2005. Sosiologi Pariwisata : Kajian Sosiologis terhadap Struktur, System dan Dampak – Dampak Pariwisata. Yogyakarta : ANDI.
Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian.
Jakarta : Bina Rena Pariwara. 67 hal.
Triutami HW. 2009. Keterlibatan Warga Pulau Pramuka Dalam Usaha Ekowisata Di Kepulauan Seribu . Skripsi. Jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Bogor : Institut Pertanian Bogor. 96 hal.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Laporan Sosial Indonesia 2006.  Jakarta : BPS.
















LAMPIRAN


Tabel 2.2  Matriks Bentuk Partisipasi, Tipe Partisipasi dan Peran Masyarakat Lokal

Bentuk partisipasi

Tipe Partisipasi
Peran Masyarakat

1. Co-option
Tidak ada input apapun dari masyarakat local yang dijadikan bahan

Subjek

2. Co-operation

Terdapat insentif, namun proyek telah didesain oleh pihak luar yang menentukan seluruh agenda dan proses secara langsung

Employees atau                          
subordinat

3. Consultation
Opini masyarakat ditanya, namun pihak luar menganalisis informasi sekaligus memutuskan bentuk aksinya sendiri

Clients

4. Collaboration
Masyarakat lokal bekerjasama dengan pihak luar untuk menentukan prioritas, dan pihak luar bertanggungjawab langsung kepada proses

Collaborators

5. Co-learning
Masyarakat lokal dan luar saling membagi pengetahuannya, untuk memperoleh saling pengertian, dan bekerjasama untuk merencanakan aksi, sementara pihak luar hanya memfasilitasi


Partners

6. Collective

Masyarakat lokal menyusun dan melaksanakan agendanya sendiri, pihak luar absen sama sekali

Directors


Sumber: 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian karya syahyuti, 2006













                                                                                             


















































































































Komentar

Postingan populer dari blog ini

Psikologi Sosial Semester ini

.......